Rabu, 21 April 2010
Mari, Ajari Anak Tak Jadi Plagiator!
Pada suatu hari ketika pulang sekolah, anak saya menanyakan kepada saya: "Ayah, bagaimana membuat sebuah cerita?" Rupanya, dia baru saja diberi tugas oleh gurunya di sekolah untuk membuat sebuah cerita bebas. Karena anak saya masih duduk di bangku kelas tiga SD, saya jadi susah untuk menjelaskannya.
"Oke, nanti Ayah ajarin," jawab saya sambil memikirkan cara agar anak saya mampu membuat cerita sendiri.
Ya, memang, di rumah saya banyak buku-buku cerita anak. Tetapi, saya tidak ingin menganjurkan anak saya untuk mengambil cerita di buku-buku cerita itu. Terus terang, saat itu saya tidak berpikir tentang plagiarisme. Yang ada dalam pikiran saya adalah, anak saya dapat membuat cerita sendiri.
Lalu, beberapa jam kemudian setelah dia istirahat, saya ajak dia untuk jalan-jalan sambil membawa buku catatan kecil dan pulpen. "Ini untuk apa?" kata anak saya.
Anak saya protes. Karena biasanya, kalau jalan-jalan pasti tidak membawa apa-apa. Mungkin, dalam pikiran dia, ayah ini aneh. Masak mau jalan-jalan membawa buku dan pulpen segala?
Saya katakan kepada anak saya, "Jalan-jalan kali ini beda dengan jalan-jalan biasanya. Kali ini, sambil jalan-jalan kamu harus menulis apa saja yang kamu lihat dalam buku catatan kecil ini,” ucap saya.
Maka, berangkatlah kami berkeliling di seputar tempat tinggal kami. Dan saya lihat, dia mendengar instruksi saya tadi. Dia mencatat semua yang dilihatnya.
Terus terang, saya tidak mau ikut campur dan tidak mengatakan apa-apa. Saya biarkan dia mencatat apa saja.
Menulis apa saja
Lalu, ketika malam tiba, baru kemudian saya menanyakan tentang apa saja yang dia catat. Dia membuka catatannya dan membaca semua yang dicatat itu.
"Sekarang, coba kamu ceritakan dalam sebuah tulisan tentang apa saja yang kamu lihat itu," kata saya.
Memang, saya lihat pertama-tama dia bingung harus menulis apa. Tetapi, saya beri dia support. "Coba kamu tulis dulu, tidak perlu bagus, yang penting ada. Nanti, kita koreksi bersama-sama," ujar saya.
Mungkin karena ini tugas sekolah, maka dia menulis apa saja tentang apa yang dilihatnya itu. Hingga akhirnya, sampai dua halaman buku, hasilnya dia perlihatkan kepada saya.
"Nah, ini kan bisa," kata saya.
Lalu, saya beri semangat padanya setelah saya baca semuanya. Dalam hati, cerita yang dibuatnya bagus juga, meskipun banyak alur yang tidak tepat dan banyak penggunaan kata yang berulang. Tetapi, untuk ukuran anak saya, ini adalah hasil yang luar biasa.
Setelah itu, barulah kemudian saya mengoreksi kata-kata yang berulang-ulang yang dibuatnya di situ, tetapi tanpa mengubah makna yang dia maksudkan. Saya pikir, agar anak tidak menjadi plagiator pada saat dia dewasa, peran orangtua juga sangat diperlukan semenjak dia masih kecil.
Ya, jangan biarkan anak-anak membuat sebuah cerita dengan hanya menjiplak cerita-cerita yang ada pada buku cerita. Atau, kita yang ikut-ikutan membuat cerita untuknya. Biarkanlah dia berkreasi sendiri, dengan caranya sendiri. Sebagai orangtua, kita cukup membimbingnya saja.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar